Om Swastyastu, Om Avighnam Astu Namo Siddham, Om Anno Bhadrah Krattavo Yantu Visvattah. Semoga Hyang Widhi menganugerahkan segala pikiran baik mampir dari segala penjuru arah.

Mimbar Hindu pekan ini mengupas tema berkenaan “Pendidikan Karakter bagi Generasi Muda Hindu”. Tema ini diangkat, karena masih banyak fakta di masyarakat, khususnya generasi muda Hindu, yang berperilaku menyimpang dari ajaran agamanya. Hal ini menunjukan bahwa betapa lemahnya iman dan sraddha generasi muda terhadap agama dan kepercayaan yang dianut.

Di sini kami akan sedikit membahas tentang permainan judi online yang tersedia di situs nexus slot

Pertanyaannya, mengapa masalah ini muncul? Siapakah yang bertanggung jawab didalam masalah ini? Mengapa sraddha generasi muda begitu lemah agar muncul problem tersebut? Tulisan ini bakal menyinggung berkenaan kewajiban-kewajiban generasi muda didalam menuntut ilmu, baik di sekolah maupun di tempat tinggal dan juga di lingkungan.

Umat Sedharma yang aku cintai. Kita sedikit banyak udah jelas pengertian berkenaan Brahmacari (masa menuntut ilmu). Yaitu, keadaan waktu generasi muda masih didalam jenjang menuntut pengetahuan pengetahuan. Di jaman Brahmacari, keadaan mental kami benar-benar enteng terombang-ambing oleh pengaruh yang muncul dari luar. Keadaan jiwa dan mental jaman muda masih benar-benar labil (goyah) dan belum punyai proses filterisasi yang baik terhadap pengaruh dari luar. Semakin banyak pengaruh tidak baik yang diperoleh dari daerah bersosialisasi, maka tambah tidak baik pula pembentukan pikiran dan implementasi dari prilaku kita.

Filsuf Inggris, John Locke menyebutkan bahwa manusia terlahir seperti halnya kertas putih yang bersih, belum ada coretan sedikitpun. Kemudian, melalui sosialisasi bersama keluarga, lingkungan sekolah, dan pergaulan didalam masyarakat, perlahan kertas putih itu bakal terisi penuh bersama coretan-coretan, baik itu coretan yang baik maupun coretan yang buruk. Pengaruh dari coretan memori di jaman muda bakal ikut menuntun kami didalam berperilaku. Hal inilah yang sebabkan jiwa kami kerap sekali mengalami lonjakan, gairah, egoism, dorongan menggebu-gebu dan ambisi yang luar biasa. Di sinilah pentingnya pendidikan dan pengetahuan pengetahuan yang baik dan benar sesuai ajaran agama. Hal itu yang bakal mengantarkan kami terhadap tercipta generasi muda yang berkompeten dan dapat berkompetisi didalam menghadapi kehidupan yang keras di Kali Yuga ini.

Peranan pengetahuan pengetahuan benar-benar luar biasa. Hal ini seperti diuraikan didalam kitab suci Bhagavadgita IV. 35, yang berbunyi: Api ched asi papebhyah. Sarvebhyah papakrittamah. Sarvam jnanaplavenai’va. Vrijinam samtarishyasi. Walau jika engkau paling berdosa di antara manusia yang memikul dosa, bersama perahu pengetahuan pengetahuan ini lautan dosa bakal kau seberangi.

Dari sloka di atas, dapat dipahami bahwa pengetahuan pengetahuan didalam kehidupan ini punyai guna yang benar-benar besar, sebagai pembentuk diri agar punyai pembawaan baik. Dengan pengetahuan pengetahuan, kami dapat jelas tujuan dari kehidupan kami di dunia. Kita juga bakal tertuntun bersama baik dan tetap memegang teguh ajaran Dharma. Kita juga jelas bahwa tidak ada manusia yang inginkan gagal di dunia. Dengan kesadaran ini, niscaya kami nanti terhindar dari tindakan-tindakan asubha karma yang dapat menghantarkan kami ke jurang neraka dan jadi penjelmaan manusia yang “Manusya”. Yaitu, manusia yang tetap jelas hakikat dari akhir hidupnya agar tidak mengalami kemerosotan moral dan reinkarnasi berikutnya.

Dalam kitab suci Sarasamuccaya sloka 4 dikatakan: “Apan ikan dadi wwang, utama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika”. Menjelma jadi manusia itu adalah nyata-nyata utama. Apa sebabnya demikian? karena ia dapat mendukung dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang- ulang) bersama jalur berbuat baik; demikiannyalah keutamaannya jadi manusia.

Sloka ini menjelaskan, jadi manusia ini merupakan hal yang mulia agar tiap-tiap manusia dapat melepaskan dirinya dari kesengsaraan bersama jalur berbuat subhakarma (kebaikan) dan terbebas dari hukum reinkarnasi dan mencapai kesempurnaan, yaitu moksa rtam jagaditaya ya ca iti dharma.

Masa muda merupakan jaman uji atau jaman yang benar-benar pilih karma hidup kami selanjutnya. Jika kami kuat menghadapi dan melewatinya, niscaya kami bakal jadi insan yang bahagia dan sejahtera didalam kehidupan dan alam baka (Moksa Rtam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma). Namun, jikalau kami tidak dapat melewatinya, maka celakalah kita. Bukan hal tidak mungkin jikalau terhadap pada akhirnya dia bakal jadi orang yang hidup tetap berada terhadap jalur adharma yang penuh dosa.

Umat Sedharma, coba kami renungkan, jikalau kami mengalami hal tersebut? Bagaimana orang tua kami yang mengharapkan keturunanya jadi anak yang suputra, yang dapat mengharumkan nama keluarga di masyarakat, tetapi yang berlangsung tambah sebaliknya. Jika hal ini terjadi, maka orang tua kami bakal merasa ditampar keras dan tentunya bakal merasa malu bersama punyai anak seperti kita. Hidup orang tua kami pun tentunya tidak bakal dapat tenang baik di dunia maupun di alam kekal nantinya.

Apakah kami bahagia, jikalau orang tua kami seperti itu? Apakah kami bangga sebabkan orang tua kami seperti itu? Saya yakin, Umat Sedharma tidak sudi orang tua yang melahirkan kami jadi susah, sengsara, menderita dan malu karena ulah kita. Kita adalah orang-orang Hindu, yang punyai begitu banyak ajaran-ajaran berkenaan Susila sebagai pedoman didalam berperilaku.

Umat Sedharma yang aku cintai. Sebagai generasi muda Hindu, kami wajib belajar dan belajar. Belajar pengetahuan pengetahuan, teknologi, agama, sosial dan ilmu-ilmu yang lainnya. Karena, terhadap jaman muda, tingkat intelektualitas dan kemampuan kami bagaikan tunas baru dari ilalang, benar-benar tajam dan kokoh. Namun tambah tua usia kita, maka ketajaman itu bakal berkurang dan pada akhirnya kami merunduk dan tidur selamanya. Jadi, waktu saat ini inilah, masa-masa di mana kami wajib benar-benar serius, dan benar-benar memusatkan konsentrasi untuk belajar. Ingat, hari ini tidak bakal kami temukan esok, lusa atau kapanpun.

Demikianlah, tan hana mwang sweca annulus, jika ada kekeliruan kalimat dan kekurangan didalam penyampaian pesan dharma ini, aku mohon maaf sebesar-besarnya dan kepada Ida Sang Hyang Widhi. Om Santih, Santih, Santih Om

By admin 3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *